Mama Papua Berdagang di Bandara Mimika. Foto: Mettu |
Timika,
MAJALAH SELANGKAH -- Tekla Bobii, seorang mama
Papua di Timika, Jumat,
(31/01) lalu menuturkan, ia telah berjualan minuman, noken, dan
buah-buahan lebih dari 9 tahun di
Area Bandara Udara Internasioanl Moses
Kilangin Timika, Papua.
Saya bukan
orang baru. Saya sudah jualan lebih dari 9 tahun di sini, kata Tekla.
Tekla dan
teman-temannya sering ditegur petugas untuk tidak berjualan di Bandara. Pantas,
dagangan mereka berupa minuman dinging, noken, buah dan lainnya dijejer di di areal parkiran.
Pandangan buruk
ini dianggap akan membawa cerita buruk tentang kota emas itu, juga akan
menggenapi pembangunan ekonomi orang asli Papua yang terus disoroti di era
Otonomi Khusus di tanah Papua.
Kami dilarang jualan oleh petugas bandara, namun kami tetap berjualan. Kami malas tahu saja. Kalau
mereka tegur, kami bilang akan jaga kebersihan lingkungan
sekitar bandara. Setiap
hari, setelah jualan kami sapu,kata
Tekla.
Mama Tekla,
Mama Tina Pakage, Mama Gobay, Mama Bukega, dan beberapa
mama lainnya mulai menghadapi larangan serius. Mereka tidak lagi akan diizinkan
untuk jualan di areal bandara, walaupun mereka klaim orang lama (sudah jualan
lebih dari 9 tahun).
Tapi, mama
Papua dari suku Mee ini keras. Mereka tidak akan menyerah begitu saja. Mereka
menolak larangan pihak bandara.
Orang pendatang dizinkan jualan bebas di dalam ruang
tunggu penumpang. Kami hanya jualan di tempat yang tidak layak. Kok
kami dilarang, mereka bisa,tegas Tekla.
Ia meminta PT
Freeport Indonesia dan pemerintah
Kabupaten Mimika membuatkan pasar untuk mereka. Kalau kami dilarang jualan, Freeport Indonesia pemerintah
sediakan tempat
khusus dan membangun tempat berjualan yang ada mejanya, kata dia.
Tekla menolak
pergi karena areal Bandara adalah tempat yang memberikan keberuntungan bagi
dia.
Kami jualan di Bandara paling cocok. Barang-barang jualan kami selalu dibeli oleh penumpang.
Selama sembilan tahun, saya bisa biayai pendidikan anak dan atasi kebutuhan
keluarga. Hanya saja
lokasi jualan memang tidak
layak, jelasnya.
Tekla
menjelaskan, suami dari ibu-ibu di tempat ini tidak punya pekerjaan tetap.
Bahkan, ada yang suaminya telah meninggal dunia.
Media ini belum
berhasil konfirmasi pihak Bandara Timika dan pemerintah Kabupaten Mimika. (Mettu Badii/MS)
0 komentar:
Posting Komentar