Jumat, 19 April 2013

Mama Papua Menolak Tinggalkan Areal Bandara Mimika

Mama Papua Berdagang di Bandara Mimika. Foto: Mettu
Timika, MAJALAH SELANGKAH -- Tekla Bobii, seorang mama Papua di Timika, Jumat, (31/01) lalu menuturkan, ia telah berjualan minuman, noken, dan buah-buahan lebih dari 9 tahun di Area Bandara Udara Internasioanl Moses Kilangin Timika, Papua.
Saya bukan orang baru. Saya sudah jualan lebih dari 9 tahun di sini, kata Tekla.
Tekla dan teman-temannya sering ditegur petugas untuk tidak berjualan di Bandara. Pantas, dagangan mereka berupa minuman dinging, noken, buah dan lainnya dijejer di  di areal parkiran.
Pandangan buruk ini dianggap akan membawa cerita buruk tentang kota emas itu, juga akan menggenapi pembangunan ekonomi orang asli Papua yang terus disoroti di era Otonomi Khusus di tanah Papua.  
Kami dilarang jualan oleh petugas bandara, namun kami tetap berjualan. Kami malas tahu saja. Kalau mereka tegur, kami bilang akan jaga kebersihan lingkungan sekitar bandara. Setiap hari, setelah jualan kami sapu,kata Tekla.  
Mama Tekla, Mama Tina Pakage, Mama Gobay, Mama Bukega, dan beberapa mama lainnya mulai menghadapi larangan serius. Mereka tidak lagi akan diizinkan untuk jualan di areal bandara, walaupun mereka klaim orang lama (sudah jualan lebih dari 9 tahun).
Tapi, mama Papua dari suku Mee ini keras. Mereka tidak akan menyerah begitu saja. Mereka menolak larangan pihak bandara.
Orang pendatang dizinkan jualan bebas di dalam ruang tunggu penumpang. Kami hanya jualan di tempat yang tidak layak. Kok kami dilarang, mereka bisa,tegas Tekla.
Ia meminta PT Freeport Indonesia  dan pemerintah Kabupaten Mimika membuatkan pasar untuk mereka. Kalau kami dilarang jualan, Freeport Indonesia pemerintah  sediakan tempat khusus dan membangun tempat berjualan yang ada mejanya, kata dia.
Tekla menolak pergi karena areal Bandara adalah tempat yang memberikan keberuntungan bagi dia.
Kami jualan di Bandara paling  cocok. Barang-barang jualan kami selalu dibeli oleh penumpang. Selama sembilan tahun, saya bisa biayai pendidikan anak dan atasi kebutuhan keluarga. Hanya saja lokasi jualan memang tidak layak, jelasnya.
Tekla menjelaskan, suami dari ibu-ibu di tempat ini tidak punya pekerjaan tetap. Bahkan, ada yang suaminya telah meninggal dunia.
Media ini belum berhasil konfirmasi pihak Bandara Timika dan pemerintah Kabupaten Mimika. (Mettu Badii/MS)

0 komentar:

Posting Komentar