Jumat, 19 April 2013

Berjasa bagi Papua, Titus Terbitkan Buku Gusdur

Bedah buku Gusdur, karya Titus Pekey. Foto: Jhon
Jakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Direktur Lembaga Ekologi Papua (EPI), Titus Chris Pekey menerbitkan buku tentang Gusdur berjudul, Gusdur, Guru dan Masa Depan Papua: Hidup Damai Lewat Dialog. Buku setebal 253 halaman ini disunting oleh Apul D. Maharadja dan diterbitkan PT Pustaka Sinar Harapan.
 Kepada para peserta yang datang mengikuti bedah buku ini di Gedung Sinar Kasih lantai 6, Jakarta Timur,  Kamis, 31/1) lalu, Titus mengatakan, buku itu ia tulis sebagai penghargaan kepada Gusdur yang telah mengubah iklim demokrasi di Papua.  
K.H.Abdurrahman Wahid (Gusdur), Presiden Indonesia ke IV pada era reformasi itu dianggap menjalankan perdamaian itu keadilan, bukan keamanan. Ia mengedepankan pendekatan kemanusian dan keadilan. Ia juga dinilai memahami kultur budaya Indonesia secara menyeluruh. Maka, pada bulan Desember 1999 silan, Gusdur  berkunjung ke Papua untuk berdialog dan mendengarkan aspirasi dari manusia Papua.
Dia datang di Irian Jaya saat itu, kini Papua dan menggerakan hati untuk mengutamakan hidup damai lewat berdialog. Ia orang biasa-biasa sehingga ketemu dengan masyarakat Papua seperti orang biasa-biasa untuk mendengarkan aspirasi masyarakat Papua, kata Titus Pekei.
Titus Pekey, putra Papua yang nominasikan Noken Papua ke UNESCO itu memberikan bukti bahwa Gusdur berjasa bagi Papua. Buktinya, tanggal 1 Januari 2000, Gusdur mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua. Ia juga mengizinkan Bendera Bintang Kejora dikibarkan bersampingan dengan merah putih. Juga, perbolehkan dinyayikan lagu kebangsaan, Hai Tanahku Papua.
Titus mngharapkan, budaya dialog terus dibangun oleh pemerintah Indonesia. Selain saya apresiasi atas Gusdur, sebenarnya saya juga sedang mencari sosok pemimpin bangsa Indonesia yang mengedepankan budaya dialog dalam melihat dan mengatasi berbagai masalah di Papua.
Menanggapi anggapan, Gusdur memecah belah persatuan, Titus mengatakan, Gusdur, justru melindungi keberagaman. Papua, Gusdur dinilai memecah belah keberagaman, padahal tidak. Ia memperkuat persatuan yang asli, tidak dibuat-buat, katanya. (Jhon Pekey/MS)

0 komentar:

Posting Komentar