Jumat, 19 April 2013

Ini Cerita Konflik Warga di Tailing Freeport

korban konflik antarwarga di Timika. foto: Ist
Timika, MAJALAH  SELANGKAH -- Mile 34,  Kali Kabur, di Sungai Aijkwa telah lama dijadikan tempat mengais rezeki  oleh warga di setempat. Wilayah itu adalah tempat pembuangan tailing oleh tambang emas raksasa, PT Freeport Indonesia.
Wilayah Mile 34 tidak hanya dikuasai suku Key, beberapa suku membangun kamp untuk mendulang emas. Di bagian lain di tempat yang sama, suku-suku setempat seperti Dany, Damal, dan lainnya sering memasang jerat untuk kuskus dan babi hutan.
Sumber majalahselangkah.com di Timika Sabtu, (16/3) mengatakan,  pada pagi hari, Jumat (15/3) tiga warga suku Damal (Atinus Mom, Doni Hagabal, dan Tekau Mom) menuju ke Kali Kabur untuk melihat jerat yang sudah dipasang di sana.
Ketika, tiga lelaki ini tiba di kali, mereka didatangi sekitar 30 orang asal suku Key yang berada di kam milik mereka di sana.
Mereka (Atinus Mom, Doni Hagabal, dan  Tekau Mom) dituduh telah melakukan pencurian di tenda milik masyakat suku Key. Tiga lelaki ini mengatakan tidak tahu menahu tentang apa yang dituduhkannya. Mereka memberitahu kalau mereka  datang hanya untuk melihat jerat yang telah mereka pasang.
Salah satu warga yang berada di wilayah kejadian menuturkan, pada malam harinya, orang tak dikenal telah masuk di kamp suku Key dan merampok barang-barang milik mereka. Ketika, tiga lelaki itu melintas, suku Key sedang dalam keadaan marah dan berjaga-jaga. 
Tidak berbicara panjang lebar, dikabarkan sekitar 30 warga Key ini menyerang tiga lelaki ini.  Akibat serangan itu,  parang  mengenai Doni Hagabal tepat di rusuk kanan. Dikatakan, Doni yang berbadan kekar itu dikejar dan dipotong di bagian kiri badan tetapi ia akhirnya melarikan diri.
Kemudian,  Atimus Mom membela diri dengan anak panah yang ia bawa. Tetapi, dikabarkan ia tidak berhasil. Panah yang Atimus Mom bawa dipotong. Lalu, parang panjang mengenai leher dan bahu kanan sehingga ia tewas ditempat.  Sementara, Tekau Mom dikabarkan melarikan diri dengan luka sobekan.
Mayat Atinus Mom baru dievakuasi  Pukul 18.20 waktu setempat dengan menggunakan mobil Ambulance ke RSUD Timika guna diotopsi. Mayat baru diserahkan ke keluarga Sabtu, (16/03/2013).  
Dikabarkan, Sabtu, (16/03/2013) Polisi menemukan korban tewas  Rizal (warga Buton) di tempat yang berbeda di sana. Dikatakan, ada indikasi  Rizal meninggal akibat dipanah sebagai aksi pembalasan.
Minggu, (17/3/13),  salah satu warga Timika, Marchel Goo mengabarkan,  masing-masing suku siaga di masing-masing tempat. Suku Key  di  SP 3  dan SP 4  dibantu oleh suku Bugis dan Buton  di Gorong-gorong untuk menanti serangan balik,kata dia.
Ia menjelaskan, situasi di sekitar tanggul pengendapan tailing PT Freeport masih mencekam. Ratusan orang yang berada di lokasi pendulangan di Kali Kabur (Sungai Aijkwa) dievakuasi menggunakan sejumlah bus milik PT Freeport Indonesia, mobil Pengendali Massa (Dalmas) Polres Mimika dan sejumlah truk milik TNI.
Dikatakan, ratusan aparat gabungan Polri dan TNI masih disiagakan di lokasi Mile 34 untuk mencegah bentrok susulan. Hingga berita ini ditulis, majalahselangkah.com  belum berhasil mengonfirmasi Kapolres Mimika untuk meminta keterangan tambahan.
Warga Tak Henti Mendulang
Larangan mendulang emas di sepanjang sungai Aijkwa telah lama disampaikan Freeport Indonesia. Selain karena limbah yang dihasilkan perusahaan itu berbahaya juga karena wilayah itu adalah milik perusahaan. Namun, warga enggang meninggalkan tempat, dianggap sumber rezeki mereka.
Pada 13 Februari 2006 silam misalnya, Kapolsek Tembagapura memberitahukan kepada masyarakat supaya mereka yang mendulang emas dihentikan dan dibicarakan dengan pihak aparat kepolisian dan security Freeport Indonesia.
Namun, masyarakat tetap tidak peduli dengan larangan dari siapa pun.  Pembubaran oleh Brimob dibantu sekcurity Freeport pun tidak mereka pedulikan.  
Bahkan, pada tahun 2006 aksi pembubaran paksa berujung  korban tembakan aparat terhadap warga yang tetap bertahan.  Warga terus menjadikan wilayah itu untuk tempat menyambung hidup.
Majalahselangkah.com belum berhasil mengkonfirmasi upaya-upaya persuasif apa yang dilakukan pihak perusahaan untuk menghentikan pendulangan berbahaya itu. Berbahaya tidak hanya soal konflik antarwarga tetapi juga karena limbah batuan dari Grasberg mengandung pyrit (senyawa besi sulfida) dan tembaga sulfida.
Limbah batuan ini juga merupakan limbah B3 karena mengandung logam berat yang pada umumnya masuk kategori limbah toksik kronis.
Sejak tahun 1995, jumlah batuan limbah yang telah dibuang sebanyak 420 juta ton. Diakhir masa tambang, jumlah total limbah batuan adalah 4 milyar ton. Di akhir masa tambang ketinggian tumpukan limbah batuan adalah 500 meter.
Freeport?
Diketahui,  Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc  adalah salah satu produsen terbesar emas  di dunia. Perusahaan ini memiliki beberapa anak perusahaan termasuk PT Freeport Indonesia, PT Irja Eastern Minerals and Atlantic  Copper, S.A.
Terkenal akan tambang dan Grasbergnya di Papua, perusahaan ini merupakan pembayar pajak terbesar untuk pemerintah Indonesia. Kekayaan perusahaan ini berasal dari persetujuan izin penambangan yang ditandatangani pada 1967. 
Saat itu (1967), Papua belum sah menjadi bagian dari Indonesia, tetapi Soeharto telah meneken masuknya PT FI  ke Erstberg, tanah Papua.
Juga, ia masuk ke Erstberg jauh sebelum UU PMA Nomor 1 tahun 1967 itu disahkan. Sejak 1989,  perusahaan ini memiliki hak penambangan eksklusif selama 30 tahun dengan  lisensi pertambangan diperluas 25.000 km.
Dikabarkan, pada 2003 perusahaan tersebut mengakui telah membayar militer Indonesia untuk keamanan. New York Time (2005) melaporkan,  perusahaan tersebut telah membayar hampir 20 juta dolar AS selama periode 1998-2004 yang didistribusikan di antara pejabat dan satuan, dengan satu individu menerima sampai 150.000 ASD.
Perusahaan menanggapi, "tidak ada alternatif untuk ketergantungan kepada militer dan polisi Indonesia mengenai hal ini". (Yermias Degei/MS)

0 komentar:

Posting Komentar