korban konflik antarwarga di Timika. foto: Ist |
Timika,
MAJALAH SELANGKAH -- Mile 34, Kali
Kabur, di Sungai Aijkwa telah
lama dijadikan tempat mengais rezeki
oleh warga di setempat. Wilayah itu adalah tempat pembuangan tailing
oleh tambang emas raksasa, PT Freeport Indonesia.
Wilayah Mile 34 tidak hanya dikuasai suku
Key, beberapa suku membangun kamp untuk mendulang emas. Di bagian lain di
tempat yang sama, suku-suku setempat seperti Dany, Damal, dan lainnya sering
memasang jerat untuk kuskus dan babi hutan.
Sumber majalahselangkah.com
di Timika Sabtu, (16/3) mengatakan, pada
pagi hari, Jumat (15/3) tiga
warga suku Damal
(Atinus
Mom, Doni Hagabal, dan Tekau Mom) menuju
ke Kali Kabur untuk melihat jerat yang sudah dipasang di sana.
Ketika, tiga lelaki ini tiba di kali, mereka didatangi
sekitar 30 orang asal suku Key yang berada di kam milik mereka di sana.
Mereka (Atinus Mom, Doni Hagabal, dan Tekau Mom) dituduh telah melakukan pencurian di tenda
milik masyakat suku
Key. Tiga lelaki ini mengatakan tidak tahu menahu tentang apa yang dituduhkannya.
Mereka memberitahu kalau mereka datang
hanya untuk melihat jerat yang telah mereka pasang.
Salah satu warga yang berada di wilayah kejadian
menuturkan, pada malam harinya, orang tak dikenal telah masuk di kamp suku Key
dan merampok barang-barang milik mereka. Ketika, tiga lelaki itu
melintas, suku Key sedang dalam keadaan marah dan berjaga-jaga.
Tidak berbicara panjang lebar, dikabarkan sekitar 30
warga Key ini menyerang tiga lelaki ini.
Akibat serangan itu, parang mengenai Doni Hagabal tepat di rusuk kanan.
Dikatakan, Doni yang berbadan kekar itu dikejar dan dipotong di bagian kiri
badan tetapi ia akhirnya melarikan diri.
Kemudian,
Atimus
Mom membela diri dengan anak panah yang ia bawa. Tetapi, dikabarkan
ia tidak berhasil. Panah yang Atimus Mom bawa dipotong. Lalu, parang panjang
mengenai leher
dan bahu kanan sehingga ia tewas ditempat. Sementara, Tekau Mom dikabarkan
melarikan diri dengan luka sobekan.
Mayat Atinus Mom baru dievakuasi Pukul
18.20 waktu setempat dengan
menggunakan mobil Ambulance
ke RSUD Timika guna diotopsi.
Mayat baru diserahkan ke keluarga Sabtu, (16/03/2013).
Dikabarkan, Sabtu, (16/03/2013) Polisi menemukan korban tewas Rizal (warga Buton) di tempat yang
berbeda di sana. Dikatakan, ada indikasi
Rizal meninggal
akibat dipanah sebagai aksi pembalasan.
Minggu, (17/3/13),
salah satu warga Timika, Marchel Goo mengabarkan, masing-masing suku siaga di masing-masing
tempat. Suku Key di SP 3
dan SP 4 dibantu oleh
suku Bugis dan Buton di
Gorong-gorong untuk menanti serangan balik,kata dia.
Ia menjelaskan, situasi
di sekitar tanggul pengendapan tailing PT Freeport masih mencekam. Ratusan
orang yang berada di lokasi pendulangan di Kali Kabur (Sungai Aijkwa) dievakuasi menggunakan sejumlah bus
milik PT Freeport Indonesia, mobil Pengendali Massa (Dalmas) Polres Mimika dan
sejumlah truk milik TNI.
Dikatakan, ratusan
aparat gabungan Polri dan TNI masih disiagakan di lokasi Mile 34 untuk mencegah bentrok susulan. Hingga
berita ini ditulis, majalahselangkah.com belum berhasil mengonfirmasi Kapolres Mimika untuk
meminta keterangan tambahan.
Warga Tak Henti
Mendulang
Larangan mendulang emas di sepanjang sungai
Aijkwa telah lama disampaikan Freeport Indonesia. Selain karena
limbah yang dihasilkan perusahaan itu berbahaya juga karena wilayah itu adalah
milik perusahaan. Namun, warga enggang meninggalkan tempat, dianggap sumber
rezeki mereka.
Pada 13
Februari 2006 silam misalnya, Kapolsek Tembagapura memberitahukan kepada masyarakat supaya
mereka yang mendulang emas dihentikan dan dibicarakan dengan pihak aparat
kepolisian dan security Freeport
Indonesia.
Namun, masyarakat tetap tidak peduli dengan larangan dari
siapa pun. Pembubaran oleh Brimob
dibantu sekcurity Freeport pun tidak mereka pedulikan.
Bahkan, pada tahun 2006 aksi pembubaran paksa
berujung korban tembakan aparat terhadap warga yang tetap bertahan. Warga terus menjadikan wilayah itu untuk
tempat menyambung hidup.
Majalahselangkah.com belum berhasil
mengkonfirmasi upaya-upaya persuasif apa yang dilakukan pihak perusahaan untuk
menghentikan pendulangan berbahaya itu. Berbahaya tidak hanya soal konflik
antarwarga tetapi juga karena limbah
batuan dari Grasberg mengandung pyrit
(senyawa besi sulfida) dan tembaga sulfida.
Limbah
batuan ini juga merupakan limbah B3 karena mengandung logam berat yang pada
umumnya masuk kategori limbah toksik kronis.
Sejak tahun
1995, jumlah batuan limbah yang telah dibuang sebanyak 420 juta ton. Diakhir
masa tambang, jumlah total limbah batuan adalah 4 milyar ton. Di akhir masa
tambang ketinggian tumpukan limbah batuan adalah 500 meter.
Freeport?
Diketahui, Freeport-McMoRan Copper &
Gold Inc adalah salah satu produsen terbesar emas di dunia. Perusahaan ini memiliki beberapa
anak perusahaan termasuk PT Freeport Indonesia, PT Irja Eastern
Minerals and Atlantic Copper,
S.A.
Terkenal akan tambang dan Grasbergnya di Papua,
perusahaan ini merupakan pembayar pajak terbesar untuk pemerintah Indonesia. Kekayaan
perusahaan ini berasal dari persetujuan izin penambangan yang ditandatangani
pada 1967.
Saat itu (1967), Papua belum
sah menjadi bagian dari Indonesia, tetapi Soeharto telah meneken masuknya PT
FI ke Erstberg, tanah Papua.
Juga, ia masuk ke Erstberg
jauh sebelum UU PMA Nomor 1 tahun 1967 itu disahkan. Sejak 1989, perusahaan ini memiliki hak penambangan eksklusif selama
30 tahun dengan lisensi
pertambangan diperluas 25.000 km.
Dikabarkan, pada 2003 perusahaan tersebut mengakui
telah membayar militer Indonesia untuk keamanan. New York Time (2005) melaporkan, perusahaan
tersebut telah membayar hampir 20 juta dolar AS selama periode
1998-2004 yang didistribusikan di antara pejabat dan satuan, dengan
satu individu menerima sampai 150.000 ASD.
Perusahaan menanggapi, "tidak
ada alternatif untuk ketergantungan kepada militer dan polisi Indonesia
mengenai hal ini". (Yermias Degei/MS)
0 komentar:
Posting Komentar